Blogger Widgets Mohammad Apriyansyah: Juli 2014

murid

Kamis, 24 Juli 2014

gangguan gangguan psikiatrik





Biopsikologi



Biopsikologi dari Gangguan-gangguan psikiatrik












Fakultas
Program Studi
Tatap Muka
Kode MK
Disusun Oleh


Fakultas Psikologi
Psikologi
04

Rizki Dawanti, M.Psi.,Psi.



Abstract
Kompetensi


Penjelasan tentang kajian biopsikologi dari gangguan-gangguan psikiatri meliputi skizofrenia, gangguan afektif dan kecemasan
Mahasiswa mampu memahami bagaimana peranan studi biopsikologi terhadap gangguan-gangguan psikiatri dan diharapkan mahasiswa juga mampu menganalisa permasalahan psikiatri dengan menggunakan sudut pandang biopsikologi



Apa itu gangguan psikiatrik ??

            Gangguan psikiatrik merupakan gangguan fungsi psikologis yang cukup berat hingga membutuhkan penanganan seorang psikiater atau psikolog klinis. Gangguan psikiatrik pada dasarnya tidak memiliki perbedaan secara fundamental dengan gangguan neuropsikologis karena tetap melibatkan adanya gangguan di otak meskipun lebih banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis misalnya stres. Karena kompleksitas dan variabilitasnya, gangguan-gangguan psikiatri sulit didiagnosis. Harus dilihat terlebih dahulu apakah seseorang berada pada kondisi ekstrem normal atau memiliki kondisi patologis yang mengacu pada pedoman DSM !V-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association atau menggunakan PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa) yang dipakai di Indonesia.

Skizofrenia

       Skizofrenia pada awalnya diartikan sebagai terbelahnya fungsi psikis. Namun pada abad-20, definisi mengacu pada gejala utama dari gangguan ini yaitu rusaknya intergrasi antara emosi, pikiran dan tindakan
       Penyakit ini menyerang sekitar 1% individu dari semua ras dan kelompok budaya, yang biasanya dimulai pada masa remaja atau dewasa awal
       Skizofrenia memiliki beberapa tipe misal Skizofrenia katatonik, paranoid, dll (diatur dalam PPDGJ atau DSM IV)
       Skizofrenia memiliki gejala-gejala yang kompleks dan saling tumpang tindih dengan gejala-gejala gangguan psikiatri lainnya dan sering berubah selama perjalanan gangguan itu (misal epilepsi parsial kompleks yang juga berhubungan dengan gejala-gejala yang mungkin dapat didiagnosis sebagai skizofrenia)

Gejala-gejala yg lazim pada penderita skizofrenia
       Delusi/ Waham à yang bersangkutan berada dibawah kontrol (misal: Keluarga pamanku membuatku memikirkan pikiran-pikiran jahat), Delusi persekusi (ide2 paranoid, misal: ibuku mencoba meracuniku), delusi kebesaran (misalnya: Saya ini masih keponakannya Presiden SBY)
       Afek yang tidak tepat à ketidakmampuan untuk beraksi dengan tingkat emosionalitas yang tepat terhadap berbagai kejadian positif ataupun negatif (misal: kehilangan anggota kerabat tetapi tertawa-tawa)
       Halusinasi à suara-suara imajiner (tidak nyata) yang memerintahkan orang itu untuk melakukan sesuatu atau memberi komentar negatif terhadap perilaku orang itu
       Pikiran yang tidak koheren à pikiran yang tidak logis, asosiasi ide-ide yang aneh, atau keyakinan akan kekuatan supranatural (misal: saya ini tidak bisa ditembus oleh apapun karena saya memiliki kekuatan super. Pernah perut saya ditusuk pisau dan pisau itu terus berada didalam perut saya tapi saya tidak merasakan sakit)
       Perilaku yg ganjil à diam tak bergerak dalam waktu lama (katatonia), higiene pribadi kurang, bicara berirama, ekolalia, menghindari interaksi sosial

Faktor-faktor penyebab Skizofrenia
       Biologis/ Genetik à kemungkinan untuk terjadi pada kerabat biologis dekat (orangtua, anak, atau saudara kandung) dari seorang penderita skizofrenia kira-kira 10%
       Kembar identik à 45%
       Beragam faktor pengalaman usia dini misal komplikasi persalinan, infeksi usia dini, reaksi autoimun, toksin, cedera traumatik, dan stres à pengalaman-pengalaman ini diduga mengubah perjalanan perkembangan neural yangg normal, sehingga menyebabkan skizofrenia pada individu-individu yang memiliki kerentanan genetik

Obat anti-skizofrenia
       Klorpromazin à mengurangi gejala-gejala skizofrenia (yang teragitasi menjadi ditenangkan, yang tumpul diaktifkan)
       Obat ini baru termanifestasi setelah pasien diberikan obat selama 2 atau 3 minggu
       Onset efek antiskizofrenik obat ini biasanya berhubungan dengan efek-efek motorik yang serupa dengan penyakit Parkinson (seperti tremor, rigiditas muskuler, dan penurunan umum pada gerakan yang disengaja)

Teori Dopamin untuk Skizofrenia
       Penelitian mengenai penyakit Parkinson, dilaporkan bahwa striatum orang yg meninggal akibat penyakit parkinson kehabisan dopamin
       Teori ini menjelaskan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyak dopamin dan sebaliknya, bahwa obat antiskizofrenik memberikan efeknya dgn mengurangi kadar neurotransmitter dopamin tersebut
       Penelitian terkait teori ini membuktikan:
1.   Obat antiskizofrenik reserpin diketahui mengosongkan dopamin otak dan monoamin-monoamin lainnya dengan menguraikan vesikel-vesikel sinaptik tempat neurotransmiter-neurotransmiter ini tersimpan
2.   Obat-obat seperti amfetamin dan kokain, dapat memicu episode-episode skizofrenia pada subjek normal, diketahui menaikkan kadar dopamin ektraseluler dan monoamin-monoamin lainnya di otak
       Skizofrenia berhubungan dengan kerusakan otak yg luas
       Hasil neuroimaging menunjukkan ventrikel yg membesar à mengindikasikan berkurangnya ukuran otak
       Adanya kerusakan-kerusakan pada gray matter kortikal dan nuklei subkortikal dan juga pada traktus-traktus subkortikal
       Terdapat reduksi dalam jumlah neuron di banyak daerah dan abnormalitas struktur dan sirkuit neuron

Gangguan Afektif: Depresi dan Mania

       Depresi adalah reaksi normal terhadap kehilangan yang menyedihkan (misal kehilangan orang tercinta, kehilangan harga diri, kehilangan milik pribadi atau kehilangan kesehatan). Namun ada yang berlebihan dan melebihi proporsi à berulang kali terperosok kedalam keputusasaan dan kehilangan kapasitasnya untuk mengalami kebahagiaan (anhedonia), seringkali untuk alasan yang tidak jelas, dan terganggu dalam daily functioning (baik dalam pekerjaan, kontak sosial, makan bahkan higiene pribadi). Kondisi inilah yang disebut dengan depresi klinis
       Depresi bukanlah satu-satunya gangguan afektif (gangguan emosi psikotik). Selain depresi ada yg disebut dgn Mania, yang dalam banyak hal berlawanan dengan depresi
       Mania adalah gangguan afektif yg ditandai oleh rasa percaya diri yg berlebihan, impulsivitas, distrakbilitas, dan energi yg tinggi
       Selama periode ringan, org mania menjadi banyak bicara, berenergi, impulsif, positif dan sangat percaya diri sehingga meningkatkan keterampilan daily functioning. Namun jika berlebihan à klinis (seseorang sering bangkit dalam keadaan antusiasme tak terkendali, dengan ocehan yang tak putus-putus, yang mengalir tanpa henti dari topik ke topik)
       Banyak pasien depresif yg mengalami periode mania yang disebut dengan Gangguan afektif bipolar (manik depresif)

Depresi terbagi menjadi dua yaitu:
1.    Depresi Reaktif à depresi karena pengalaman negatif (misalnya kematian kerabat, kehilangan pekerjaan)
2.    Depresi Endogen à depresi tanpa penyebab yang jelas (contohnya depresi pasca melahirkan)
       Gangguan afektif unipolar (depresi tanpa mania) cenderung 2x lebih menonjol pada perempuan dibandingkan laki-laki
       Namun untuk gangguan afektif bipolar tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan
       Sekitar 10% penderita gangguan afektif mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri

Faktor penyebab Gangguan Afektif
       Genetik
       Peran stres à meskipun hanya sedikit bukti bahwa stres dapat meningkatkan kerentanan terhadap gangguan afektif pada orang sehat. Stres ekstrim akan menghasilkan PTSD
       Gangguan afektif yang penyebabnya lebih jelas karena serangannya berulang secara sistematis. Pada mereka yang menderita Seasonal affective disorder (SAD) atau gangguan afektif musiman, serangan depresi dan letargi (kelesuan) biasanya terjadi setiap musim dingin tiba (dipicu karena berkurangnya cahaya matahari.

Obat Antidepresan
       Empat golongan obat utama yg digunakan untuk penanganan gangguan afektif antara lain:
1.   Inhibitor oksidase monoamin à menghambat aktivitas MAO, enzim yg menguraikan neurotansmiter-neurotransmiter monoamin di sitoplasma neuron. Inhibitor MAO memiliki beberapa efek samping . Yang paling berbahaya dikenal sebagai cheese effect. Makanan seperti keju, anggur atau acar mengandung sebuah amine yang disebut dengan tyramine, yang merupakan elevator tekanan darah yang poten. Normalnya, makanan ini hanya memiliki sedikit efek pada tekanan darah, karena tiramine dimetabolisme dengan cepat dalam hati oleh MAO. Akan tetapi, orang yang memakai inhibitor MAO dan mengonsumsi makanan kaya-tiramin beresiko mengalami stroke yang disebabkan oleh desakan tekanan darah
2.   Antidepresan trisiklik à memblokir reuptake serotonin maupun norepineprin, sehingga meningkatkan kadar mereka di otak
3.   Litium à memblokir mania. Merupakan penanganan pilihan untuk gangguan afektif bipolar karena berfungsi sebagai mood stabilizer
4.   Inhibitor reuptake monoamin selektif à diintroduksikan untuk menangani depresi. Selective serotonin-reuptake inhibitors (SSRI) adalah agonis-agonis serotonin yang memberikan efek agonistik dengan memblokir reuptake serotonin dari sinapsis-sinapsis. Keunggulan dari obat ini adalah yang pertama memiliki sedikit efek samping, kedua mereka efektif terhadap beragam gangguan psikologis selain depresi




Efektivitas obat dalam penanganan gangguan
       Oleh karena gangguan afektif unipolar lebih menonjol dibandingkan gangguan afektif bipolar, maka studi-studi evaluasi penanganan lebih banyak difokuskan pada unipolar/ depresi
       Penelitian membandingkan antara inhibitor MAO, antidepresan trisiklik dan inhibitor reuptake-monoamin selektif. Hasilnya menunjukkan bahwa 50% subjek yang mengalami depresi tampak membaik. Meskipun begitu, tetap diperlukan kontrol dengan cara mempertahankan terapi antidepresan setelah sembuh atau mengganti terapi kognitif keperilakuan (CBT) untuk mengurangi kemungkinan kambuh
       Jika depresi merupakan komponen gangguan afektif bipolar, ia lebih resisten terhadap antidepresan daripada bila ia muncul sebagai gangguan afektif unipolar. Selain itu, pada sebagian pasien bipolar, menangani depresinya dapat memicu periode mania, yangs seringkali dapat diblokir dengan pemberian mood stabilizer dengan antidepresan itu

Patologi otak dan Gangguan afektif
       Banyak studi MRI otak para pasien bipolar yang sudah dipublikasikan menunjukkan berkurangnya ukuran otak secara keseluruhan dan ukuran banyak struktur otak yg berbeda (misal: amigdala, striatum, hipokampus atau korteks prefrontal)

Teori-Teori Depresi
1.    Teori Monoamin
Berkurangnya aktivitas di sinapsis-sinapsis serotogenik dan noradrenergik. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa inhibitor MAO, antidepresan trisiklik, inhibitor  reuptake-serotonin selektif dan inhibitor reuptake norepinefrin selektif semuanya adalah agonis serotonin, norepineprin atau keduanya. Secara keseluruhan, dukungan untuk teori monoamin untuk depresi lemah. asalah utamanya adalah ia banyak didasarkan pada kenyataan bahwa agonis-agonis monoamin digunakan untuk menangani pasien depresi, tetapi hanya sedikit pasien depresi yang mendapatkan manfaat yang cukup substansial dari penanganan tersebut.

2.    Teori Diatesis – Stres
Menurut teori ini, seseorang yg memiliki sebuah diatesis (kerentanan genetik), yg tidak mampu menginisiasi gangguan itu dengan sendirinya. Bila individu-individu yg rentan terpapar stres pada awal kehidupannya, sistem mereka mereka menjadi tersensitisasi secara permanen. Dukungan untuk model diatesis-stres untuk depresi kebanyakan bersifat tidak langsung: dukungan ini berdasarkan temuan bahwa orang yang depresi cenderung melepaskan lebih banyak hormon stres

Gangguan Kecemasan

       Adalah ketakutan kronis yg menetap tanpa adanya ancaman langsung
       Kecemasan bersifat adaptif bila ia memotivasi perilaku coping (pemecahan masalah) yg efektif. Sebagai contoh seseorang yang cemas menghadapi ujian, akan menunjukkan perilaku coping dengan tekun belajar. Namun jika kecemasan mendisrupsi fungsi normal, maka disebut dengan gangguan kecemasan.
       Gangguan ini dikaitkan dengan perasaan cemas (takut, khawatir, murung, patah semangat dan berbagai reaksi stres psikologis misal detak jantung meningkat, hipertensi, mual, sulit bernafas, gangguan tidur dan kadar glukokortikoid yang tinggi)
       Insidennya 2x lebih tinggi pada perempuan

Lima golongan Gangguan Kecemasan
1.    GAD (Generalized Anxiety Disorder) à ditandai oleh repon stres dan perasaan cemas ekstrem yg terjadi tanpa adanya stimulus pencetus yang jelas
2.    Phobic Anxiety Disorder (Fobia) à mirip dengan gangguan kecemasan tergeneralisasi kecuali bahwa ia dipicu paparan objek tertentu (misalnya burung, laba-laba) atau situasi tertentu (misal kerumunan orang, kegelapan).
3.    Panic Disorder à ditandai oleh adanya serangan-serangan ketakutan ekstrem dengan onset-cepat dan gejala-gejala berat stres (misal tercekik, palpitasi jantung, sesak nafas); gangguan ini sering menjadi komponen gangguan kecemasan tergeneralisasi dan gangguan kecemasan fobik, tetapi juga dapat terjadi sebagai gangguan terpisah
4.    Obsessive-Compulsive Disorder à ditandai perilaku pikiran (obsesi) dan impuls (kompulsi) yg sering muncul, tidak terkontrol dan menimbukan kecemasan. Merespons pikiran dan impuls itu – misalnya dengan berulang kali mencuci tangan secara kompulsif adalah cara untuk meredakan kecemasan yang terkait dengannya
5.    Post-traumatic Stress Disorder (PTSD) à pola distres psikologis yang persisten menyusul paparan stres yg ekstrem misalnya bencana, peperangan atau menjadi korban penyerangan seksual

Etiologi Gangguan kecemasan
       Peran pengalaman pencetus kecemasan
       Memiliki komponen genetik à sekitar 30-50%

Penanganan Farmakologis gangguan kecemasan
       Benzodiazepin à obat penginduksi tidur, antikonvulsan, dan muscle relaxan. Bersifat adikif sehingga penggunaannya jangka pendek. Obat ini memiliki efek samping adversif a.l: sedasi (penenang), ataksia (disrupsi aktivitas motorik), tremor, mual dan reaksi penghindaran termasuk rebound anxiety. Efek behavioral ini diduga dimediasi oleh aksi agonisnya pada reseptor-reseptor GABA
       Agonis-agonis serotonin à menghasilkan efek antikecemasan tanpa menghasilkan ataksia, relaksasi otot dan sedasi. Akan tetapi, ia memiliki efek samping antara lain pusing, mualm sakit kepala dan insomnia
       Antidepresan à kecemasan memiliki komorbiditas (kecenderungan untuk terjadi bersama-sama) dengan gangguan depresi. Karena itulah, obat-obatan antidepresan seringkali efektif untuk melawan gangguan kecemasan, begitupun sebaliknya.

Dasar2 Neural Gangguan Kecemasan
       Adanya defisit GABAergik dan transmisi serotonergik dalam gangguan kecemasan
       Ada peranan amigdala terkait emosi ketakutan yg muncul. Akan tetapi saat ini, perhatian difokuskan terhadap keterlibatan lobus prefrontal dan faktor-faktor kognitif dalam kecemasan
       Kesulitan utama dalam mempelajari gangguan kecemasan adalah karena gejala-gejalanya sangat beragam, kompleks dan didefinisikan secara subjektif. Sebagai contoh, pengalaman tertentu mempengaruhi ekspresi gangguan kecemasan. Selain itu, gangguan ini sering merespons terapi CBT dengan baik secara independen maupun berkonjungsi dengan terapi obat
       Studi pencitraan otak sulit dilakukan karena perubahan respirasi terkait kecemasan dpt menyebabkan perubahan dlm oksigensi darah otak yg menutupi perubahan-perubahan dalam aktivitas otak akibat kecemasan tersebut





















Daftar Pustaka

Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: edisi ketujuh (Terj). Yogyakarta: Pustaka Pelajar