|
Biopsikologi
|
|
|
|
Biopsikologi dari Gangguan-gangguan
psikiatrik
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Fakultas
|
Program Studi
|
Tatap Muka
|
Kode MK
|
Disusun Oleh
|
|
|
Fakultas Psikologi
|
Psikologi
|
04
|
|
Rizki Dawanti, M.Psi.,Psi.
|
|
Abstract
|
Kompetensi
|
|
|
Penjelasan tentang kajian biopsikologi dari
gangguan-gangguan psikiatri meliputi skizofrenia, gangguan afektif dan kecemasan
|
Mahasiswa mampu memahami bagaimana peranan studi
biopsikologi terhadap gangguan-gangguan psikiatri dan diharapkan mahasiswa
juga mampu menganalisa permasalahan psikiatri dengan menggunakan sudut
pandang biopsikologi
|
Apa itu gangguan psikiatrik ??
Gangguan
psikiatrik merupakan gangguan fungsi psikologis yang cukup berat hingga membutuhkan
penanganan seorang psikiater atau psikolog klinis. Gangguan psikiatrik
pada dasarnya tidak memiliki perbedaan secara fundamental dengan gangguan
neuropsikologis karena tetap melibatkan adanya gangguan di otak meskipun lebih
banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis misalnya stres. Karena
kompleksitas dan variabilitasnya, gangguan-gangguan psikiatri sulit
didiagnosis. Harus dilihat terlebih dahulu apakah seseorang berada pada kondisi
ekstrem normal atau memiliki kondisi patologis yang mengacu pada pedoman DSM
!V-TR (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association
atau menggunakan PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa) yang
dipakai di Indonesia.
Skizofrenia
• Skizofrenia pada awalnya diartikan sebagai
terbelahnya fungsi psikis. Namun pada abad-20, definisi mengacu pada gejala
utama dari gangguan ini yaitu rusaknya intergrasi antara emosi, pikiran dan
tindakan
• Penyakit ini menyerang sekitar 1% individu
dari semua ras dan kelompok budaya, yang biasanya dimulai pada masa remaja atau
dewasa awal
• Skizofrenia memiliki beberapa tipe misal
Skizofrenia katatonik, paranoid, dll (diatur dalam PPDGJ atau DSM IV)
• Skizofrenia memiliki gejala-gejala yang
kompleks dan saling tumpang tindih dengan gejala-gejala gangguan psikiatri lainnya
dan sering berubah selama perjalanan gangguan itu (misal epilepsi parsial
kompleks yang juga berhubungan dengan gejala-gejala yang mungkin dapat
didiagnosis sebagai skizofrenia)
Gejala-gejala yg lazim pada penderita
skizofrenia
• Delusi/ Waham à yang bersangkutan berada dibawah kontrol
(misal: Keluarga pamanku membuatku memikirkan pikiran-pikiran jahat), Delusi
persekusi (ide2 paranoid, misal: ibuku mencoba meracuniku), delusi kebesaran
(misalnya: Saya ini masih keponakannya Presiden SBY)
• Afek yang tidak tepat à
ketidakmampuan untuk beraksi dengan tingkat emosionalitas yang tepat terhadap
berbagai kejadian positif ataupun negatif (misal: kehilangan anggota kerabat
tetapi tertawa-tawa)
• Halusinasi à suara-suara imajiner (tidak nyata) yang
memerintahkan orang itu untuk melakukan sesuatu atau memberi komentar negatif
terhadap perilaku orang itu
• Pikiran yang tidak koheren à pikiran
yang tidak logis, asosiasi ide-ide yang aneh, atau keyakinan akan kekuatan
supranatural (misal: saya ini tidak bisa ditembus oleh apapun karena saya
memiliki kekuatan super. Pernah perut saya ditusuk pisau dan pisau itu terus
berada didalam perut saya tapi saya tidak merasakan sakit)
• Perilaku yg ganjil à diam tak bergerak dalam waktu lama
(katatonia), higiene pribadi kurang, bicara berirama, ekolalia, menghindari
interaksi sosial
Faktor-faktor penyebab Skizofrenia
• Biologis/ Genetik à kemungkinan untuk terjadi pada kerabat
biologis dekat (orangtua, anak, atau saudara kandung) dari seorang penderita
skizofrenia kira-kira 10%
• Kembar identik à 45%
• Beragam faktor pengalaman usia dini misal
komplikasi persalinan, infeksi usia dini, reaksi autoimun, toksin, cedera
traumatik, dan stres à pengalaman-pengalaman ini diduga mengubah
perjalanan perkembangan neural yangg normal, sehingga menyebabkan skizofrenia
pada individu-individu yang memiliki kerentanan genetik
Obat anti-skizofrenia
• Klorpromazin à mengurangi gejala-gejala skizofrenia (yang
teragitasi menjadi ditenangkan, yang tumpul diaktifkan)
• Obat ini baru termanifestasi setelah
pasien diberikan obat selama 2 atau 3 minggu
• Onset efek antiskizofrenik obat ini
biasanya berhubungan dengan efek-efek motorik yang serupa dengan penyakit
Parkinson (seperti tremor, rigiditas muskuler, dan penurunan umum pada gerakan
yang disengaja)
Teori Dopamin untuk Skizofrenia
• Penelitian mengenai penyakit Parkinson,
dilaporkan bahwa striatum orang yg meninggal akibat penyakit parkinson
kehabisan dopamin
• Teori ini menjelaskan bahwa skizofrenia
disebabkan oleh terlalu banyak dopamin dan sebaliknya, bahwa obat
antiskizofrenik memberikan efeknya dgn mengurangi kadar neurotransmitter
dopamin tersebut
• Penelitian terkait teori ini membuktikan:
1. Obat antiskizofrenik reserpin diketahui
mengosongkan dopamin otak dan monoamin-monoamin lainnya dengan menguraikan
vesikel-vesikel sinaptik tempat neurotransmiter-neurotransmiter ini tersimpan
2. Obat-obat seperti amfetamin dan kokain,
dapat memicu episode-episode skizofrenia pada subjek normal, diketahui
menaikkan kadar dopamin ektraseluler dan monoamin-monoamin lainnya di otak
• Skizofrenia berhubungan dengan kerusakan
otak yg luas
• Hasil neuroimaging
menunjukkan ventrikel yg membesar à mengindikasikan berkurangnya ukuran otak
• Adanya kerusakan-kerusakan pada gray
matter kortikal dan nuklei subkortikal dan juga pada traktus-traktus
subkortikal
• Terdapat reduksi dalam jumlah neuron di
banyak daerah dan abnormalitas struktur dan sirkuit neuron
Gangguan Afektif: Depresi dan Mania
• Depresi adalah reaksi normal terhadap
kehilangan yang menyedihkan (misal kehilangan orang tercinta, kehilangan harga
diri, kehilangan milik pribadi atau kehilangan kesehatan). Namun ada yang
berlebihan dan melebihi proporsi à berulang kali terperosok kedalam keputusasaan dan
kehilangan kapasitasnya untuk mengalami kebahagiaan (anhedonia), seringkali untuk
alasan yang tidak jelas, dan terganggu dalam daily functioning (baik dalam
pekerjaan, kontak sosial, makan bahkan higiene pribadi). Kondisi inilah yang
disebut dengan depresi klinis
• Depresi bukanlah satu-satunya gangguan
afektif (gangguan emosi psikotik). Selain depresi ada yg disebut dgn Mania,
yang dalam banyak hal berlawanan dengan depresi
• Mania adalah gangguan afektif yg ditandai
oleh rasa percaya diri yg berlebihan, impulsivitas, distrakbilitas, dan energi
yg tinggi
• Selama periode ringan, org mania menjadi
banyak bicara, berenergi, impulsif, positif dan sangat percaya diri sehingga
meningkatkan keterampilan daily functioning. Namun jika berlebihan à klinis (seseorang sering bangkit dalam
keadaan antusiasme tak terkendali, dengan ocehan yang tak putus-putus, yang
mengalir tanpa henti dari topik ke topik)
• Banyak pasien depresif yg mengalami
periode mania yang disebut dengan Gangguan afektif bipolar (manik depresif)
Depresi terbagi menjadi dua yaitu:
1. Depresi Reaktif à depresi karena pengalaman negatif (misalnya
kematian kerabat, kehilangan pekerjaan)
2. Depresi Endogen à depresi tanpa penyebab yang jelas (contohnya depresi pasca melahirkan)
• Gangguan afektif unipolar (depresi tanpa
mania) cenderung 2x lebih menonjol pada perempuan dibandingkan laki-laki
• Namun untuk gangguan afektif bipolar tidak
ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan
• Sekitar 10% penderita gangguan afektif
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
Faktor penyebab Gangguan Afektif
• Genetik
• Peran stres à meskipun hanya sedikit bukti bahwa stres
dapat meningkatkan kerentanan terhadap gangguan afektif pada orang sehat. Stres
ekstrim akan menghasilkan PTSD
• Gangguan afektif yang penyebabnya lebih
jelas karena serangannya berulang secara sistematis. Pada mereka yang menderita
Seasonal affective disorder (SAD)
atau gangguan afektif musiman, serangan depresi dan letargi (kelesuan) biasanya
terjadi setiap musim dingin tiba (dipicu karena berkurangnya cahaya matahari.
Obat Antidepresan
• Empat golongan obat utama yg digunakan untuk
penanganan gangguan afektif antara lain:
1. Inhibitor oksidase monoamin à
menghambat aktivitas MAO, enzim yg menguraikan neurotansmiter-neurotransmiter
monoamin di sitoplasma neuron. Inhibitor MAO memiliki beberapa efek samping .
Yang paling berbahaya dikenal sebagai cheese
effect. Makanan seperti keju, anggur atau acar mengandung sebuah amine yang disebut dengan tyramine, yang merupakan elevator
tekanan darah yang poten. Normalnya, makanan ini hanya memiliki sedikit efek
pada tekanan darah, karena tiramine dimetabolisme dengan cepat dalam hati oleh
MAO. Akan tetapi, orang yang memakai inhibitor MAO dan mengonsumsi makanan
kaya-tiramin beresiko mengalami stroke yang
disebabkan oleh desakan tekanan darah
2. Antidepresan trisiklik à memblokir
reuptake serotonin maupun norepineprin, sehingga meningkatkan kadar
mereka di otak
3. Litium à memblokir mania. Merupakan penanganan
pilihan untuk gangguan afektif bipolar karena berfungsi sebagai mood stabilizer
4. Inhibitor reuptake monoamin selektif à diintroduksikan untuk menangani depresi. Selective serotonin-reuptake inhibitors (SSRI)
adalah agonis-agonis serotonin yang memberikan efek agonistik dengan memblokir reuptake serotonin dari
sinapsis-sinapsis. Keunggulan dari obat ini adalah yang pertama memiliki
sedikit efek samping, kedua mereka efektif terhadap beragam gangguan psikologis
selain depresi
Efektivitas
obat dalam penanganan gangguan
• Oleh karena gangguan afektif unipolar
lebih menonjol dibandingkan gangguan afektif bipolar, maka studi-studi evaluasi
penanganan lebih banyak difokuskan pada unipolar/ depresi
• Penelitian membandingkan antara inhibitor
MAO, antidepresan trisiklik dan inhibitor reuptake-monoamin
selektif. Hasilnya menunjukkan bahwa 50% subjek yang mengalami depresi tampak
membaik. Meskipun begitu, tetap diperlukan kontrol dengan cara mempertahankan
terapi antidepresan setelah sembuh atau mengganti terapi kognitif keperilakuan
(CBT) untuk mengurangi kemungkinan kambuh
• Jika depresi merupakan komponen gangguan
afektif bipolar, ia lebih resisten terhadap antidepresan daripada bila ia muncul
sebagai gangguan afektif unipolar. Selain itu, pada sebagian pasien bipolar,
menangani depresinya dapat memicu periode mania, yangs seringkali dapat
diblokir dengan pemberian mood stabilizer
dengan antidepresan itu
Patologi
otak dan Gangguan afektif
• Banyak studi MRI otak para pasien bipolar
yang sudah dipublikasikan menunjukkan berkurangnya ukuran otak secara
keseluruhan dan ukuran banyak struktur otak yg berbeda (misal: amigdala,
striatum, hipokampus atau korteks prefrontal)
Teori-Teori
Depresi
1. Teori Monoamin
Berkurangnya aktivitas di sinapsis-sinapsis serotogenik
dan noradrenergik. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa inhibitor MAO,
antidepresan trisiklik, inhibitor reuptake-serotonin
selektif dan inhibitor reuptake norepinefrin selektif semuanya adalah agonis
serotonin, norepineprin atau keduanya. Secara keseluruhan, dukungan untuk teori
monoamin untuk depresi lemah. asalah utamanya adalah ia banyak didasarkan pada
kenyataan bahwa agonis-agonis monoamin digunakan untuk menangani pasien depresi,
tetapi hanya sedikit pasien depresi yang mendapatkan manfaat yang cukup
substansial dari penanganan tersebut.
2. Teori Diatesis – Stres
Menurut teori ini, seseorang yg memiliki sebuah
diatesis (kerentanan genetik), yg tidak mampu menginisiasi gangguan itu dengan
sendirinya. Bila individu-individu yg rentan terpapar stres pada awal
kehidupannya, sistem mereka mereka menjadi tersensitisasi secara permanen.
Dukungan untuk model diatesis-stres untuk depresi kebanyakan bersifat tidak
langsung: dukungan ini berdasarkan temuan bahwa orang yang depresi cenderung
melepaskan lebih banyak hormon stres
Gangguan Kecemasan
• Adalah ketakutan kronis yg menetap tanpa
adanya ancaman langsung
• Kecemasan bersifat adaptif bila ia
memotivasi perilaku coping (pemecahan
masalah) yg efektif. Sebagai contoh seseorang yang cemas
menghadapi ujian, akan menunjukkan perilaku coping dengan tekun belajar. Namun
jika kecemasan mendisrupsi fungsi normal, maka disebut dengan gangguan
kecemasan.
• Gangguan ini dikaitkan dengan perasaan cemas
(takut, khawatir, murung, patah semangat dan berbagai reaksi stres psikologis
misal detak jantung meningkat, hipertensi, mual, sulit bernafas, gangguan tidur
dan kadar glukokortikoid yang tinggi)
• Insidennya 2x lebih tinggi pada perempuan
Lima
golongan Gangguan Kecemasan
1. GAD (Generalized Anxiety Disorder) à ditandai oleh repon stres dan perasaan cemas
ekstrem yg terjadi tanpa adanya stimulus pencetus yang jelas
2. Phobic Anxiety Disorder (Fobia) à mirip dengan gangguan kecemasan
tergeneralisasi kecuali bahwa ia dipicu paparan objek tertentu (misalnya
burung, laba-laba) atau situasi tertentu (misal kerumunan orang, kegelapan).
3. Panic Disorder à ditandai oleh adanya serangan-serangan ketakutan ekstrem dengan onset-cepat
dan gejala-gejala berat stres (misal tercekik, palpitasi jantung, sesak nafas);
gangguan ini sering menjadi komponen gangguan kecemasan tergeneralisasi dan
gangguan kecemasan fobik, tetapi juga dapat terjadi sebagai gangguan terpisah
4. Obsessive-Compulsive Disorder à ditandai
perilaku pikiran (obsesi) dan impuls (kompulsi) yg sering muncul, tidak
terkontrol dan menimbukan kecemasan. Merespons pikiran dan impuls itu –
misalnya dengan berulang kali mencuci tangan secara kompulsif adalah cara untuk
meredakan kecemasan yang terkait dengannya
5. Post-traumatic Stress Disorder (PTSD) à pola distres psikologis yang persisten
menyusul paparan stres yg ekstrem misalnya bencana, peperangan atau menjadi
korban penyerangan seksual
Etiologi
Gangguan kecemasan
• Peran pengalaman pencetus kecemasan
• Memiliki komponen genetik à sekitar 30-50%
Penanganan
Farmakologis gangguan kecemasan
• Benzodiazepin à obat penginduksi tidur, antikonvulsan,
dan muscle relaxan. Bersifat adikif sehingga penggunaannya jangka pendek. Obat ini memiliki efek samping adversif
a.l: sedasi (penenang), ataksia (disrupsi aktivitas motorik), tremor, mual dan
reaksi penghindaran termasuk rebound anxiety. Efek behavioral ini
diduga dimediasi oleh aksi agonisnya pada reseptor-reseptor GABA
• Agonis-agonis serotonin à menghasilkan efek antikecemasan tanpa
menghasilkan ataksia, relaksasi otot dan sedasi. Akan tetapi, ia memiliki efek
samping antara lain pusing, mualm sakit kepala dan insomnia
• Antidepresan à kecemasan memiliki komorbiditas
(kecenderungan untuk terjadi bersama-sama) dengan gangguan depresi. Karena
itulah, obat-obatan antidepresan seringkali efektif untuk melawan gangguan
kecemasan, begitupun sebaliknya.
Dasar2
Neural Gangguan Kecemasan
• Adanya defisit GABAergik dan transmisi
serotonergik dalam gangguan kecemasan
• Ada peranan amigdala terkait emosi
ketakutan yg muncul. Akan tetapi saat ini, perhatian difokuskan terhadap
keterlibatan lobus prefrontal dan faktor-faktor kognitif dalam kecemasan
• Kesulitan utama dalam mempelajari gangguan
kecemasan adalah karena gejala-gejalanya sangat beragam, kompleks dan
didefinisikan secara subjektif. Sebagai contoh, pengalaman tertentu
mempengaruhi ekspresi gangguan kecemasan. Selain itu, gangguan ini sering
merespons terapi CBT dengan baik secara independen maupun berkonjungsi dengan
terapi obat
• Studi pencitraan otak sulit dilakukan karena
perubahan respirasi terkait kecemasan dpt menyebabkan perubahan dlm oksigensi darah
otak yg menutupi perubahan-perubahan dalam aktivitas otak akibat kecemasan
tersebut
Daftar Pustaka
Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: edisi ketujuh (Terj). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar